Surabaya, MUIJatim.or.id
Tasyakuran dan peresmian kantor MUI Jatim di Jalan Wisma Pagesangan Surabaya turut dihadiri oleh KH Anwar Iskandar, Ketua Umum MUI. Dalam acara yang digelar Selasa (21/11/2023) itu, Kiai Anwar memberikan taujihat kepada seluruh hadirin.
Kiai Anwar turut memberikan apresiasi terhadap pembangunan kantor baru MUI Jatim. Menurutnya, kantor MUI Jatim adalah yang terbaik se Indonesia. Bahkan mungkin lebih baik dari kantor MUI Pusat.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Jatim yang telah memberikan partisipasi nyata terhadap perkembangan MUI. Akan lebih bagus jika ini menjadi contoh bagi daerah lain,” katanya.
Di samping itu, Kiai Anwar berpesan bahwa menjadi ulama adalah sebuah kemuliaan yang diberikan oleh Allah. Imam Al Ghozali pun mengatakan bahwa orang alim itu di alam malakut dipanggil sebagai orang-orang mulia.
“Kita ditaqdirkan oleh Allah mau atau tidak mau menjadi ulama. Predikat ini adalah pemberian Allah. Di Indonesia belum ada perguruan tinggi yang memberikan gelar ulama karena itu adalah hak prerogatif Allah,” terangnya.
Oleh karena itu, kemuliaan ini tentu mengandung konsekuensi. Lebih-lebih hakikatnya yang diemban oleh ulama adalah risalah nabawiyah, salah satunya menegakkan agama.
“Selain itu, kita punya kewajiban berdakwah untuk memberikan pencerahan dan edukasi kepada masyarakat agar mereka shohih akidah, ibadah, akhlak dan hatinya bersih. Ini tugas-tugas yang menempel pada ulama sebagai penerus Rasulullah,” ungkap Pengasuh Pesantren Al-Amien Ngasinan, Kota Kediri itu.
Hubungan ulama dan pemerintah
Menurut Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, ulama dan umara ibarat dua saudara kembar. Sehingga MUI adalah partner pemerintah.
“Sebuah kekuasaan yang tidak mengindahkan nilai-nilai esensial agama hancur dia. Ulama dan pemerintah masing-masing punya hak sendiri, di sisi lain menjaga agama, di sisi lain menjaga eksistensi dunia yang sama-sama saling membutuhkan,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa MUI meletakkan dasar kegamaannyan pada prinsip Islam wasathiyah dan Islam Ahlussunnah wal Jamaah sebagai standing legal. “Oleh karena itu, dasar akidah dan pemikiran di MUI bukan sebuah keyakinan yang tataruf, tetpi kita berada pada Islam wasathiyah dan Ahlussunnah wal Jamaah,” pungkasnya.