Pertanyaan:
- Bagaimana hukum sistem pembayaran COD di marketplace jual beli online dengan fiturnya yang tersedia di marketplace tersebut.
- Bagaimana hukum pembulatan harga ketika pembayaran COD ( misal Harga sebuah produk Rp. 9.590 ketika pembayaran di bulatkan menjadi 10.000 ) apabila pihak pembeli sudah mengikhlaskan pembulatan harga tersebut.
Fadli, Jawa Tengah
Jawaban:
Saudara Fadli yang berbahagia.
1. Dalam pembayaran dengan system COD terdapat perbedaan pendapat. Imam Malik memperbolehkan pembayaran dengan system COD.
والطرق التجارية اليوم، التي تتم بين التجار ومندوبي الشركات، هل هي سلم؟. تجد التاجر يتفق مع مندوب الشركات على توريد سلعة معينة يتفقان عليها إما بالوصف أو بمشاهدة عينة نموذج منها. لكن لا يتم قبض القيمة في المجلس فعلى مذهب الشافعي لا يصح هذا العقد. لكن هناك أقوالا في المذهب الأخرى تحملهم. ومنهم مالك يقول: يجوز أن يتأخر قبضه يومين وثلاثة وأكثرما لم يكن ذلك شرطا
“Dan transaksi dagang yang terjadi saat ini, yang berlangsung antara para pedagang dan perwakilan perusahaan—apakah itu termasuk salam (jual beli dengan pembayaran di muka)? Kita dapati seorang pedagang membuat kesepakatan dengan perwakilan perusahaan untuk memasok barang tertentu yang telah mereka sepakati, baik melalui deskripsi (spesifikasi) atau dengan melihat contoh (sampel) barangnya. Namun, nilai barang tersebut tidak dibayar tunai di majelis akad (saat kesepakatan terjadi). Maka menurut mazhab Syafi‘i, akad seperti ini tidak sah, karena syarat dalam salam adalah pembayaran harga secara tunai di majelis akad. Namun, terdapat pendapat-pendapat lain dalam mazhab yang lebih longgar dalam hal ini. Di antaranya adalah pendapat Imam Mālik, yang mengatakan: “Boleh saja pembayaran ditunda dua atau tiga hari, atau lebih, selama penundaan itu tidak menjadi syarat dalam akad.” (Syarhul Yaqutin Nafis, jilid II, halaman 35).
Andaikan dikaitkan dengan larangan jual beli hutang dengan hutang ternyata tidak selamanya dilarang. Dalam kasus semisal hawalah, yang notabene termasuk jual beli hutang dengan hutang, ternyata diperbolehkan. Alasannya adalah karena butuhnya manusia pada akad itu.
والأصح أنها بيع دين بدين جوز للحاجة
“Dan pendapat Al-Ashah menyatakan bahwa akad hawalah tergolong jual beli hutang dengan hutang, namun dibolehkan karena kebutuhan manusia pada akad tersebut.” (Abu Bakar Syatha, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr lit Tiba’ah wan Nasyr wat Tauzi’: 1997 M], jilid III, halaman 89).
2. Pembulatan harga ketika pembayaran COD diperbolehkan bila ada dugaan kuat bahwa pembeli merelakannya. Hal ini berbeda-beda tergantung jumlah yang dibulatkan dan kondisi pembeli. Walaupun demikian alangkah lebih baik bila dijelaskan.
وسئل بما لفظه هل جواز الأخذ بعلم الرضا من كل شيء أم مخصوص بطعام الضيافة فأجاب بقوله الذي دل عليه كلامهم أنه غير مخصوص بذلك وصرحوا بأن غلبة الظن كالعلم في ذلك وحينئذ فمتى غلب على ظنه أن المالك يسمح له بأخذ شيء معين من ماله جاز له أخذه ثم إن بان خلاف ظنه لزمه ضمانه وإلا فلا . الفتاوى الفقهية الكبرى جـ 3 صـ 116
Ditanyakan perihal kebolehan mengambil sesuatu berdasarkan keyakinan akan kerelaan pemilik) dalam segala hal, ataukah hal itu khusus pada makanan jamuan saja? “Beliau menjawab: “Yang ditunjukkan oleh ucapan para ulama adalah bahwa hal itu tidak khusus pada makanan saja. Mereka secara tegas menyatakan bahwa dugaan kuat memiliki kedudukan seperti keyakinan dalam masalah ini. Maka, apabila seseorang memiliki dugaan kuat bahwa pemilik barang merelakan ia mengambil sesuatu yang tertentu dari hartanya, maka boleh baginya mengambilnya. Namun, jika ternyata kemudian terbukti bahwa dugaan itu keliru (pemilik tidak rela), maka ia wajib mengganti barang tersebut.
ويجوز للإنسان أخذ من نحو طعام صديقه مع ظن رضا مالكه بذلك ويختلف بقدر المأخوذ وجنسه وبحال المضيف ( قوله ويختلف ) أي ظن الرضا وعبارة غيره وتختلف قرائن الرضا في ذلك باختلاف الأحوال ومقادير الأموال اهـ إعانة الطالبين جـ 3 صـ 368
“Dan boleh bagi seseorang mengambil dari makanan temannya dan semisalnya, dengan adanya dugaan kuat bahwa pemiliknya merelakannya. Hal ini berbeda-beda tergantung jumlah yang diambil, jenis barangnya, dan kondisi tuan rumah.” (Penjelasan dari kalimat: ‘ويختلف’ / “dan hal itu berbeda-beda”)
Maksudnya: dugaan terhadap kerelaan pemilik bisa berbeda-beda tergantung: keadaan-keadaan yang melatarbelakangi, jumlah atau nilai barang yang diambil, jenis makanan/barang yang diambil, serta kondisi sosial antara pengambil dan pemilik.












