Setiap tahun, umat Islam dengan penuh sukacita menyambut bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan dari Allah SWT.
Di bulan ini, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh, menahan diri dari makan, minum, serta segala hal yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Selain sebagai kewajiban ibadah, Ramadan juga menjadi kesempatan istimewa untuk memperbanyak amal kebaikan, seperti membaca Al Quran, bersedekah, berdzikir, bersholawat, dan memperbanyak istighfar.
Salah satu keistimewaan bulan Ramadan adalah adanya malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam ini, Allah SWT mengampuni dosa-dosa hamba-Nya dan mengabulkan doa mereka.
Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan doa, mendekatkan diri kepada Allah melalui salat malam, membaca Al Quran, serta berbagi dengan sesama.
Pemahaman yang baik tentang keutamaan bulan Ramadan akan membantu umat Islam dalam memaksimalkan ibadah serta memanfaatkan setiap momen di bulan suci ini dengan sebaik-baiknya.
Lebih dari sekadar ibadah individu, Ramadan juga menjadi kesempatan bagi para orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai Islam kepada anak-anak mereka.
Edukasi sejak dini tentang puasa sangat penting, mengingat masih banyak masyarakat muslim yang belum memahami esensi ibadah ini.
Dengan membiasakan anak-anak menjalankan puasa sejak kecil, mereka akan lebih siap untuk menunaikan kewajiban ini ketika sudah baligh.
Pendidikan ini mencakup aspek moral, spiritual, kejujuran, sosial, kesehatan, serta disiplin dalam menjalankan ibadah.
Dalam perspektif tasawuf, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjadi sarana penempaan diri, penyucian hati, dan pengendalian hawa nafsu.
Puasa membantu seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana dijelaskan oleh cendekiawan Al Quran, Muhammad Quraish Shihab.
Dalam tafsirnya atas Surat Al-Baqarah ayat 183, beliau menyebutkan bahwa kewajiban puasa tidak disebutkan secara eksplisit siapa yang mewajibkannya, sebagai isyarat bahwa seandainya bukan Allah yang mewajibkan, manusia yang sadar akan manfaatnyapun akan tetap melaksanakannya.
Oleh karena itu, meskipun anak-anak belum diwajibkan berpuasa, para sahabat Nabi telah membiasakan anak-anak mereka untuk berlatih sejak dini agar ketika baligh, mereka telah terbiasa dan mampu menjalankannya dengan baik.
Manfaat Puasa bagi Pendidikan Karakter Anak
Puasa memberikan banyak manfaat bagi anak-anak, terutama dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka.
Secara hukum fikih, anak yang belum berumur tujuh tahun memang belum diwajibkan berpuasa, tetapi jika dibiasakan, manfaatnya sangat besar bagi perkembangan mental dan spiritual mereka.
Beberapa nilai yang dapat diajarkan melalui puasa antara lain:
1. Meningkatkan Keimanan dan Ketakwaan
Anak-anak diajak untuk lebih mengenal Allah SWT, memahami perintah-Nya, dan melatih diri untuk lebih dekat dengan-Nya melalui ibadah puasa.
2. Melatih Kesabaran dan Pengendalian Diri
Puasa mengajarkan anak-anak untuk menahan diri dari godaan makan, minum, dan amarah, sehingga membentuk karakter yang lebih sabar dan bijak.
3. Menanamkan Kejujuran
Karena puasa adalah ibadah yang tidak terlihat, hanya antara diri sendiri dan Allah SWT, anak-anak belajar untuk jujur dalam menjalankannya tanpa perlu diawasi orang lain.
4. Membentuk Kedisiplinan
Puasa mengajarkan anak-anak untuk disiplin dalam menjaga waktu, mulai dari sahur, berbuka, hingga melaksanakan ibadah-ibadah lainnya selama Ramadan.
5. Meningkatkan Kepekaan Sosial
Dengan merasakan lapar dan haus, anak-anak akan lebih memahami kondisi orang-orang yang kurang mampu, sehingga tumbuh rasa empati dan kepedulian terhadap sesama.
Peran orang tua sangat besar dalam membentuk karakter anak melalui pengalaman puasa.
Memberikan pemahaman tentang puasa bukan hanya sekadar menjelaskan aturan dan kewajiban, tetapi juga menanamkan makna spiritual dan sosialnya.
Dalam praktiknya, orang tua bisa memulai dengan membiasakan anak-anak untuk sahur, menjelaskan manfaatnya, dan mengajarkan doa-doa yang dianjurkan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Makan sahurlah kalian, karena dalam sahur terdapat keberkahan” (HR Bukhari dan Muslim).
Selain itu, membiasakan anak untuk berbagi selama Ramadan, seperti membagikan takjil kepada orang lain, dapat menumbuhkan rasa syukur dan kepedulian sosial.
Orang tua bisa menceritakan bahwa banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung mereka dan sering merasakan lapar sepanjang hari. Dengan pendekatan yang ringan dan bahasa yang mudah dipahami, anak-anak dapat lebih mudah menginternalisasi nilai-nilai puasa dan menjadikannya bagian dari kehidupan mereka.
Dalam ilmu parenting, dijelaskan bahwa anak akan lebih mudah memahami sesuatu jika melihat langsung contoh dari orang tua mereka.
Ayoe Sutomo, seorang psikolog anak, menjelaskan, sekitar 20 persen karakter anak terbentuk secara alami sejak lahir, sementara 80 persen lainnya sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua.
Oleh karena itu, bulan Ramadan adalah momentum yang tepat bagi orang tua untuk menjadi teladan dalam kesabaran, disiplin, dan empati.
Mendidik anak dalam menjalankan ibadah puasa bukan sekadar tentang menahan lapar dan haus, tetapi lebih kepada membangun karakter dan kesadaran spiritual mereka.
Dengan bimbingan yang tepat, pengalaman ini akan menjadi fondasi kuat dalam membentuk kepribadian yang baik dan bertakwa.
Oleh sebab itu, orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dengan penuh kasih sayang, sehingga puasa benar-benar menjadi momentum edukasi yang berharga bagi anak-anak.
Artikel ini ditulis oleh Dr KH M Syukron Djazilan, Pengurus Komisi Hubungan Ulama Umara MUI Jawa Timur dalam program Hikmah Ramadhan kerja sama MUI Jawa Timur dengan Tribun Jatim dan Harian Surya.