MUI Jatim
MUI TV
  • Home
  • Profil
    • Pengurus MUI Pusat
    • Sejarah MUI Jawa Timur
    • Pengurus MUI Jawa Timur
    • Pedoman Organisasi
  • Berita
  • Produk
    • LPPOM MUI
    • Sejarah MUI
    • DSN MUI
    • MUI TV
  • Fatwa
    • Kumpulan Fatwa MUI Jatim
    • Kumpulan Tausiyah
  • Konsultasi
    • Tanya Ulama
    • Tanya Jawab Islam
  • Info Halal
  • Bayan
  • Khutbah
  • Fiqih
  • Galeri
    • Video
    • Album
  • Halo MUI
No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Pengurus MUI Pusat
    • Sejarah MUI Jawa Timur
    • Pengurus MUI Jawa Timur
    • Pedoman Organisasi
  • Berita
  • Produk
    • LPPOM MUI
    • Sejarah MUI
    • DSN MUI
    • MUI TV
  • Fatwa
    • Kumpulan Fatwa MUI Jatim
    • Kumpulan Tausiyah
  • Konsultasi
    • Tanya Ulama
    • Tanya Jawab Islam
  • Info Halal
  • Bayan
  • Khutbah
  • Fiqih
  • Galeri
    • Video
    • Album
  • Halo MUI
No Result
View All Result
MUI Jatim
No Result
View All Result
Home Info Halal

Konsumsi Halal Mengawal Etika Dan Moral Sosial

OlehMUI Jatim
Selasa, 1 Des 2020 - 00:44 WIB
Konsumsi Halal Mengawal Etika Dan Moral Sosial
ShareTweetSend

MUI Jatim – Makan dan minum merupakan kebutuhan asasi manusia, bahkan sebagai kebutuhan mutlak makhluk hidup. Kalau tidak makan dari waktu yang semestinya, atau terlambat makan, efeknya langsung terasa. Perut menjadi lapar, badan pun jadi lemah. Namun harus pula dipahami, meskipun merupakan kebutuhan asasi, sebagai orang beriman, kita makan dan minum harus dengan mengikuti dan menaati tuntunan yang telah diperintahkan Allah, dan contoh teladan Rasulullah saw. agar dapat hidup selamat dan berkah, dunia wal akhirah. (HalalMUI)

Yakni dengan hanya mengonsumsi pangan yang halal saja. Perhatikanlah perintah Allah tentang hal ini, dalam ayat yang bermakna: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 168-169).

Jangan seperti orang kafir, yang tidak memperhatikan kaidah asasi ini. Tidak peduli halal maupun haram, tetap dihantam. Akibatnya, mereka pun disiksa di neraka Jahannam: “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad, 47: 12).

Beribadah, Tetapi Ditolak, karena Konsumsi Haram

Hal ini perlu diingkatkan lagi, karena dalam realitasnya ada orang yang tampaknya bersungguh-sungguh beribadah dan berdoa kepada Allah, namun ditolak. Ada yang berinfak-shodaqoh, mengeluarkan zakat, tidak diterima oleh Allah. Ada pula yang yang mengerjakan ibadah haji, namun tidak mendapat Haji yang Mabrur, bahkan menjadi Haji yang Mardud. Hal itu terjadi karena mengonsumsi pangan yang tidak halal, atau tegasnya yang makan produk yang haram. Sehingga akibatnya, amal ibadahnya pun ditolak oleh Allah. (HalalMUI)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah: “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik (halal).” [HR. Muslim]. Hal ini lebih ditegaskan dalam sebuah hadits Nabi saw. yang terkenal, dan tercantum dalam Kitab Hadits Al-Arba’in an-Nawawiyah, dengan makna: “Nabi saw. menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya lusuh penuh debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia selalu bergelut dan dikenyangkan dengan yang haram. (Maka Nabi saw. pun menegaskan), lantas bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya.” (HR. Imam Muslim).

Kaidah halal itu sendiri terdiri dari dua kategori. Yakni halal secara dzatiyah, atau substantif. Dari sisi dzatnya, makanan yang dikonsumsi itu harus halal. Dan yang kedua halal dari cara mencari dan mendapatkan rezeki untuk makanan-minuman yang dikonsumsi itu. Ketentuan halal secara dzat, bukan yang haram, disebutkan di dalam Al-Qur’an. Di antaranya ialah bangkai, darah, babi, dan khamar, atau minuman keras (Miras). (HalalMUI)

Yang kedua halal dari cara mendapatkan rezeki untuk makanan-minuman yang dikonsumsi itu. Yakni jangan dengan cara yang dilarang agama. Seperti mencuri, menipu, berbuat curang. Perhatikanlah ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang hukuman bagi orang yang mencuri: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah, 5: 38).

Baca juga   Apa Kreteria Orang Disebut Kafir?

Penyebutan hukuman potong tangan dalam ayat itu menunjukkan larangan perbuatan mencuri yang sangat tegas. Begitu juga menipu, berbuat curang, mengurangi timbangan. Perbuatan-perbuatan itu dilarang sangat tegas dengan ancaman siksa yang amat berat: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (berbuat curang).” (QS. Al-Muthaffifin, 83: 1-3).

Itu semua merupakan bagian dari aspek akhlak yang harus diamalkan oleh setiap kita yang beriman kepada Allah dan Rasulullah saw. Yakni akhlak dalam mengonsumsi makanan, akhlak dalam cara mencari rezeki untuk makan, yang berarti juga akhlak dalam bermuamalah atau bisnis. (HalalMUI)

Adab dan Akhlak

Lebih lanjut lagi, kaidah halal ini juga hendaknya berlaku bukan hanya pada masalah yang prinsip, yakni bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi harus halal seperti yang telah dijelaskan di atas. Tetapi hendaknya mencakup juga tatacara atau adab dan akhlak dalam makan dan minum, dengan mengikuti contoh teladan dari akhlak Rasulullah saw. Betapa Allah telah mewanti-wanti mengingatkan, dalam hal makan-minum ini, agar “jangan mengikuti jejak-langkah setan.”  (QS. Al-Baqarah, 2: 168).

Seperti makan dengan mengikuti cara-cara orang kafir yang hanya sekedar menjaga etika atau etiket makan, lazim disebut “Table Manner”, kebiasaan dalam tata pergaulan yang dianggap baik dalam hubungan dengan sesama manusia. Misalnya, makan-minum dengan berdiri, menggunakan tangan kiri, mungkin tidak dianggap masalah. Bahkan telah menjadi lazim, seperti dalam acara makan-makan dalam “Standing Party”. Tapi dalam pandangan moral keagamaan, hal itu merupakan perbuatan yang sangat tercela.

Sebab, diantara adab atau akhlak yang diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi saw. dalam makan atau minum adalah harus dengan tangan kanan. Jangan dengan yang kiri, karena Beliau saw. melarang makan atau minum dengan tangan kiri. Namun sangat disayangkan sekali, sebagian kaum Muslimin menganggap sepele bahkan tidak mengindahkan adab yang indah ini. (HalalMUI)

Patut diketahui dan kita amalkan, Nabi Saw. biasa menggunakan tangan kanan untuk sebagian besar urusannya yang baik-baik. Sebagaimana hadits ‘Aisyah, “Nabi Saw. membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya.” (HR. Bukhari).

Termasuk juga dalam masalah makan dan minum, Beliau saw. senantiasa mendahulukan tangan kanan. Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Abi Salamah, “Sewaktu aku masih kecil, saat berada dalam asuhan Rasulullah Saw., pernah suatu ketika tanganku ke sana ke mari (saat mengambil makanan) di nampan. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadaku: “Wahai bocah, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca juga   Kiai Moh. Hasan Mutawakkil Allallah

Ini juga berlaku ketika minum, berdasarkan hadits Ibnu Umar, “Jika seseorang dari kalian makan, maka makanlah dengan tangan kanannya, dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim).

Perhatikan bahwa hadits tersebut menggunakan kata perintah (makanlah dengan tangan kananmu). Dan menurut para ahli, hukum asal dari perintah adalah wajib. Nabi Saw. bersabda dalam hadits Abu Hurairah, “Apa-apa yang aku larang, maka tinggalkanlah. Dan apa-apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Muslim).

Maka sudah sepatutnya setiap kita, sebagai Muslim memperhatikan adab ini, dan tidak meremehkannya, sebagai upaya untuk menaati Allah dan Rasul-Nya serta usaha meneladani Beliau saw.

Agaknya ada orang yang beralasan “bukankah sebagian ulama hanya memakruhkan, tidak mengharamkan?” Maka Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan: “Sebagian ulama memang ada yang berpendapat makruh.” Namun, kalaupun makruh, tetap saja itu berarti tidak halal, dan tentu harus dihindarkan.

Jelas, tidak semestinya kita menentang sabda Rasulullah Saw. karena Rasulullah Saw. telah  bersabda kepada kita: ‘janganlah kalian makan dan minum dengan tangan kiri karena setan makan dan minum dengan tangan kiri‘ Jika kita sebagai orang Mukmin disuruh memilih, apakah lebih suka dengan tuntunan Rasulullah Saw. ataukah lebih suka dengan jalannya setan? Tentu kita akan menjawab, saya lebih suka dengan tuntunan Rasulullah saw. Selain itu, andaikan seseorang menguatkan pendapat makruhnya hal ini, maka sejatinya, yang makruh itu pun harus dijauhi. Bukan malah melakukannya, apalagi menjadikannya sebagai kelaziman/kebiasaan.

Lebih lanjut lagi, diantara adab atau akhlak dalam makan dan minum adalah tidak berlebihan, apalagi sampai mubadzir. Allah melarang dengan tegas, “Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raaf, 7: 31).

Tuntunan Rasulullah Saw. dalam membagi kapasitas perut adalah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafas. Diriwayatkan dari Miqdam bin Ma’di Yakrib bahwa Nabi bersabda, “…cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika mesti dilakukan maka hendaklah dia meletakkan porsi sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Imam Turmudzi)

Di antara bentuk pemborosan yang dilakukan oleh sebagian warga masyarakat, misalnya dalam acara kenduri atau walimahan, mengambil hidangan yang banyak, tetapi tidak memakannya sampai habis. Menjadi sangat ironi, dan bisa menimbulkan kesenjangan bahkan kecemburuan sosial. Di satu pihak banyak warga masyarakat sangat berkekurangan dalam konsumsi, tetapi di sisi lain, ada orang yang berlebihan bahkan membuang-buang makanan, menjadi sia-sia. Sikap-perbuatan ini dilarang pula dengan tegas, bahkan diancam dengan predikat sebagai saudara setan sebagaimana terdapat dalam firman Allah yang bermakna: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isro’, 17: 27).

Demikianlah, mengimplementasikan ketentuan halal yang prinsip ini dalam konsumsi, berarti juga mengamalkan tuntunan akhlaknya yang utama. Niscaya akan dapat menjaga keharmonisan hidup sosial dengan moral spiritual yang kental. Semoga. (HalalMUI)

Sumber: Jurnal Halal, 123

Topik: Konsumsi halal mengawal etika dan moral sosialMUI (Majelis Ulama Indonesia)MUI JatimMUI Jawa Timur

Artikel Terkait

Ngaji  Bab Nikah dengan KH Ma’ruf Khozin Ketua Komisi Fatwah MUI Jatim

Bersertifikat Halal, Kiai Ma’ruf Khozin Endorse Kue Bu Sanny di Fecebook

08/04/2022

MUI Jatim – Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, KH Ma’ruf Khazin merekomendasikan...

Pentingnya Menjaga Gaya Hidup Halal di Tengah Pandemi

Pentingnya Menjaga Gaya Hidup Halal di Tengah Pandemi

06/12/2020

PMUI Jatim - Bagaimana gaya hidup halal di tengah pandemi? Apakah bisa menjadi alasan untuk...

Halal dan Thayyib Lebih dari Sekadar Mutu

Halal dan Thayyib Lebih dari Sekadar Mutu

04/12/2020

MUI Jatim - “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang telah...

Millenial Harus Gaungkan Halal Sebagai Lifestyle

Millenial Harus Gaungkan Halal Sebagai Lifestyle

02/12/2020

MUI Jatim - Kondisi Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia menuntut halal menjadi kebutuhan...

Informasi Terbaru

MUI Jawa Timur Perluas Kerja Sama dengan Majelis Agama Islam Wilayah Yala Thailand

MUI Jawa Timur Perluas Kerja Sama dengan Majelis Agama Islam Wilayah Yala Thailand

13/03/2023 - 12:10 WIB
Makna Peristiwa Isra Mi’raj: Islam, Agama Yang Humanis

Makna Peristiwa Isra Mi’raj: Islam, Agama Yang Humanis

18/02/2023 - 13:31 WIB
Gubernur Jatim Apresiasi Gerakan Muilenial sebagai Refrensi Islam Moderat

Gubernur Jatim Apresiasi Gerakan Muilenial sebagai Refrensi Islam Moderat

28/12/2022 - 17:54 WIB
Evaluasi dan Anugerah Kinerja MUI se-Jawa Timur, Komitmen Tingkatkan Pelayanan Umat

Evaluasi dan Anugerah Kinerja MUI se-Jawa Timur, Komitmen Tingkatkan Pelayanan Umat

28/12/2022 - 17:46 WIB
Capaian MUI Jatim Dipaparkan Saat Evaluasi dan Penganugrahan Program Kerja Tahun 2022

Capaian MUI Jatim Dipaparkan Saat Evaluasi dan Penganugrahan Program Kerja Tahun 2022

28/12/2022 - 11:38 WIB

Tanya Ulama

Kirim pertanyaan anda seputar konsultasi syariah dan tanya jawab islam disini.

Konsultasi

Ini Taushiyah MUI Terkait Cara Merayakan Idul Fitri Tahun Ini

Apakah Islam Washathiyah Itu?

Benarkah Bank Syariah Tidak Sesuai Syariah?

Hukum Menggunakan Cadar atau Niqab

Apa Kreteria Orang Disebut Kafir?

Fatwa MUI

Berita

Fatwa No.1 tahun 2022 Game Higgs Domino Island

31/08/2022
Berita

Rilis hasil ijtima ulama MUI Jatim (1)

05/08/2022
Berita

Ini Alasan MUI Jatim Menetapkan PayLater Haram

31/07/2022
Fatwa

Penjelasan Komisi Fatwa Terkait Haramnya Paylater

30/07/2022
Berita

Taushiyah Majelis Ulama Indonesia Menyambut Idul Fitri 1443 H / 2022 M

01/05/2022
MUI Jatim

Dapatkan informasi terbaru melalui:

Alamat

Jl. Dharma Husada Selatan No.5, Kel. Mojo, Kec. Gubeng,
Kota Surabaya, Jawa Timur,
Kode Pos 60285

Email: info@muijatim.or.id

MUI Provinsi

  • MUI Pusat
  • MPU Aceh
  • MUI Sumatera Utara
  • MUI Sumatera Barat
  • MUI Lampung
  • MUI DKI Jakarta
  • MUI Jawa Barat
  • MUI Jawa Tengah
  • MUI Kalimantan Selatan
  • MUI Kalimantan Timur
  • Redaksi
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi

© 2020 MediatrustPR. All Right Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Profil
    • Pengurus MUI Pusat
    • Sejarah MUI Jawa Timur
    • Pengurus MUI Jawa Timur
    • Pedoman Organisasi
  • Berita
  • Produk
    • LPPOM MUI
    • Sejarah MUI
    • DSN MUI
    • MUI TV
  • Fatwa
    • Kumpulan Fatwa MUI Jatim
    • Kumpulan Tausiyah
  • Konsultasi
    • Tanya Ulama
    • Tanya Jawab Islam
  • Info Halal
  • Bayan
  • Khutbah
  • Fiqih
  • Galeri
    • Video
    • Album
  • Halo MUI

© 2020 MediatrustPR. All Right Reserved