Surabaya, MUI Jatim
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Sholihin Hasan, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang memberikan kemudahan bagi umatnya, termasuk dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Kajian terkait rukhsah atau keringanan bagi orang-orang yang tidak mampu menjalankan puasa ini disampaikan dalam program Ngaji Ngabuburit Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Kamis (13/03/2025).
KH Sholihin Hasan menjelaskan bahwa puasa bukanlah bentuk penyiksaan, melainkan cara Allah membersihkan hati dan membentuk perilaku yang lebih baik bagi umat Islam. Namun, bagi mereka yang memiliki kondisi tertentu, seperti sakit parah, sedang dalam perjalanan jauh, atau memiliki pekerjaan berat yang membahayakan kesehatan jika tetap berpuasa, Islam memberikan keringanan untuk tidak berpuasa.
“Bagi orang yang sakit, ada ketentuan tertentu. Tidak semua penyakit menjadi alasan untuk meninggalkan puasa. Sakit yang dimaksud adalah sakit yang jika berpuasa akan memperparah kondisi atau menghambat kesembuhan,” jelasnya.
Selain itu, pekerja berat juga mendapatkan rukhsah puasa jika memang kondisinya tidak memungkinkan untuk berpuasa. “Misalnya, pekerja proyek di bawah terik matahari yang jika tidak minum bisa membahayakan kesehatannya, maka diperbolehkan berbuka. Namun, tetap wajib menggantinya di lain hari,” tambahnya.
Lebih lanjut, KH Sholihin Hasan juga menyoroti keringanan bagi perempuan hamil dan menyusui. Jika puasa membahayakan diri atau bayinya, mereka boleh tidak berpuasa dengan kewajiban qadha atau membayar fidyah, sesuai dengan kondisinya.
Bagi musafir atau orang yang dalam perjalanan, Islam juga memberikan dispensasi untuk tidak berpuasa, dengan syarat perjalanan tersebut mencapai jarak sekitar 90 km dan bukan dalam rangka maksiat. “Jika perjalanan dilakukan sebelum waktu subuh, maka diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib menggantinya di lain hari,” ujarnya.
Selain itu, bagi mereka yang sudah lanjut usia atau memiliki penyakit kronis yang tidak memungkinkan untuk sembuh, Islam memberikan keringanan untuk tidak berpuasa, namun mereka wajib membayar fidyah sebagai gantinya. “Satu hari puasa yang ditinggalkan, wajib mengganti dengan fidyah berupa makanan seberat 6-7 ons untuk diberikan kepada fakir miskin,” pungkasnya.
Dengan penjelasan ini, KH Sholihin Hasan mengingatkan bahwa Islam tidak membebani umatnya di luar batas kemampuan mereka. “Allah menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya, bukan kesusahan. Maka, rukhsah puasa adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umat-Nya,” tutupnya.