الحمد لله، الحمد لله الذي جعلَ حبَّه أشرفَ المكاسِب، وأعظمَ المواهِب، أحمده – سبحانه – وأشكرُه على نعمة المطاعِم والمشارِب، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له المُنزَّه عن النقائِص والمعايِب، خلقَ الإنسانَ من ماءٍ دافِقٍ يخرجُ من بين الصُّلب والترائِب، وأشهد أن سيدَنا ونبيَّنا محمدًا عبدُه ورسولُه الداعِي إلى الهُدى والنور وطهارة النفسِ من المثالِب، صلَّى الله عليه وعلى آله وصحبه أجمعين.
أما بعد: فأُوصِيكم ونفسي بتقوى الله؛ فهي سبيلُ النجاة والفلاح، قال الله تعالى: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾ [آل عمران: 102]
Kendati pandemi masih melanda di bumi Indonesia bahkan di seluruh dunia, kita tetap senantiasa menjadi pribadi yang sabar dan beryukur kepada Allah atas segala anugrah iman dan sehat seraya mengaktualisasikan spirit ketaqwaan dalam konteks yang lebih luas menuju optimalisasi kebaikan vertical dan khorizontal.
Saudara yang berbahagia, saat ini kita berada dibulan Rajab. Kita tau, bulan Rajab merupakan salah satu bulan yang di muliakan oleh Allah. Meskipun hukum kesunnahan puasa di bulan Rajab masih ada yang mempersoalkan, posisi bulan Rajab sebagai salah satu bulan yang di muliakan oleh Allah tidak dapat kita pungkiri keberadaannya.
Allah swt berfirman dalam Al-Quran:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (التوبة: 36)
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (at- taubah:36)
Di dalam ayat al-Quran diatas hanya menyinggung seputar empat bulan saja yang di muliakan. Belum menyinggung soal bulan Rajab sebagai salah satu bulan yang di muliakan. Dari sini perlu dikomparasikan dengan hadits Nabi yang berbunyi
- إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya masa berputar seperti keadaan Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Diantaranya ada 4 bulan yang mulia. 3 bulan mulia secara berurutan yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab bulan kabilah Mudlar yang terletak antara Jumada dan Sya’ban” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Alur mengenai posisi bulan rajab sebagai bulan yang di muliakan oleh Allah sangat jelas sebagaimana firman Allah dan Hadits Nabi di atas. Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah…Lantas bagaimana kita melacak setatus kesunnahan puasa Rajab? Sebagai insan yang dhaif seperti kita ini, hendaknya kita melihat bagaimana pandangan ulama’ salaf didalam mendudukkan status hukum puasa Rajab. Syaikh Adurrahman Al-juzairi menyebutkan
- يُنْدَبُ صَوْمُ شَهْرِ رَجَبَ وَشَعْبَانَ بِاتِّفَاقِ ثَلَاثَةٍ مِنَ الْأَئِمَّةِ وَخَالَفَ الْحَنَابِلَةُ ( الْحَنَابِلَةُ قَالُوْا : إِفْرَادُ رَجَبَ بِالصَّوْمِ مَكْرُوْهٌ إِلَّا إِذَا أَفْطَرَ فِي أَثْنَائِهِ فَلَا يُكْرَهُ ) (الفقه على المذاهب الأربعة – ج 1 / ص 895)
“Dianjurkan puasa bulan Rajab dan Sya’ban, berdasarkan kesepakatan 3 madzhab (Hanafi, Maliki dan Syafii). Sedangkan madzhab Hanbali berbeda. Mereka berkata: Mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa adalah makruh, kecuali tidak melakukan puasa di bulan Rajab secara penuh selama 1 bulan” (al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah 1/895)
قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي كِتَابِ أَسْبَابِ الْهِدَايَةِ : يُسْتَحَبُّ صَوْمُ الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ وَشَعْبَانَ كُلِّهِ ، وَهُوَ ظَاهِرُ مَا ذَكَرَهُ الْمَجْدُ فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ (الإنصاف علي بن سليمان المرداوي – ج 5 / ص 500)
Ibnu al-Jauzi berkata dalam kitab Asbab al-Hidayah: Dianjurkan berpuasa di bulan-bulan mulia dan bulan Sya’ban keseluruhannya(termasuk di dalamnya bulan Rajab) Ini adalah pendapat yang disebutkan oleh al-Majdu tentang bulan-bulan mulia.” (Syaikh Ali bin Sulaiman al-Marwadi dalam al-Inshaf 5/500)
Adapun Hadits penguat puasa rajab itu sendiri,
- عَنْ مُجِيبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا تَعْرِفُنِى قَالَ « وَمَنْ أَنْتَ ». قَالَ أَنَا الْبَاهِلِىُّ الَّذِى جِئْتُكَ عَامَ الأَوَّلِ. قَالَ « فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ ». قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ ». ثُمَّ قَالَ « صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ». قَالَ زِدْنِى فَإِنَّ بِى قُوَّةً. قَالَ « صُمْ يَوْمَيْنِ ». قَالَ زِدْنِى. قَالَ « صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ». قَالَ زِدْنِى. قَالَ « صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ ». وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا
“Puasalah di bulan Sabar (Ramadlan) dan dua hari setiap bulan”. Sahabat berkata: ”Tambahkanlah Nabi, saya masih mampu”. Nabi bersabda: “Puasalah tiga hari”. Sahabat berkata: “Tambahkanlah Nabi”. Maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (diulang tiga kali. Rasulullah menggenggam tangannya lalu melepaskannya)” (HR Ahmad No 20338, Abu Dawud No 2428, Ibnu Majah No 1741, Nasai dalam Sunan al-Kubra No 2743, Thabrani No 18336 dan al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 3738)
قوله صلى الله عليه وسلم : { صم من الحرم واترك } إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة
قاله الإمام النووي في المجموع 6/439
Mengenai larangan kepada sahabat dalam hadits itu menurut imam Nawawi dalam kitab majmu’ ketika memberatkan kepadanya. Artinya, selama tidak memberatkan dan dalam kondisi sehat, maka anjuran itu tetap berlaku.
Dalam riwayah yang lain disebutkan
- قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ – وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِى رَجَبٍ – فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ. وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ. (رواه مسلم)
Said bin Jubair ditanya tentang puasa Rajab, beliau mendengar Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka. Nabi juga berbuka hingga kami mengatakan Nabi tidak berpuasa” (HR Muslim)
“Maksud Said bin Jubair bahwa tidak ada larangan khusus atau anjuran khusus untuk puasa Rajab, namun sama dengan bulan lainnya. Tetapi puasa adalah sunah. Dalam riwayat Abu Dawud Nabi menganjurkan puasa bulan-bulan mulia, salah satunya adalah Rajab” (Syarah Muslim 4/167)
Mengenai keutaman puasa Sunnah di bulan Rajab, seorang tabi’in menyebutkan
- قَالَ أَبُوْ قِلَابَةَ « فِي الْجَنَّةِ قَصْرٌ لِصُوَّامِ رَجَبٍ » .
Abu Qilabah berkata: “Di surga ada istana untuk orang yang berpuasa Rajab”
Imam Ahmad mengatakan: “Abu Qilabah adalah Tabiin, ia menerima hal ini dari orang sebelumnya (sahabat) dari penerima wahyu (Rasulullah). (HR al-Baihaqi)
Dari Berbagai ulasan itu, hemat alfaqir, jelas sekali bagaimana posisi puasa Rajab dalam sudut pandang Al-Quran, al-sunnah, dan pandangan para Ulama terdahulu. Tidak ada satupun yang mengarah pada ke haraman puasa Rajab. Bahkan mayoritas ulama mengatakan Sunnah.
Ma’asyiral muslimin Rahimakumullah
Kendati tidak kita pungkiri adanya hadits dhaif bahkan maudhu’ mengenai keutamaan puasa Rajab yang kemudian menjadi perdebatan yang tak berujung. Kita tidak bisa menafikan kuatnya landasan ilmiah mengenai kesunnahan puasa rajab.
Namun demikian, kita tetap menjunjung tinggi untuk saling menghormati sesama pemeluk Agama Islam. kita tidak boleh saling memaksakan masalah perbedaan pendapat pengamalan puasa Rajab. Adanya perbedaan itu tidak sampai mengurangi rasa cinta kita kepada sesama ummat Nabi Muhammad.
Terakhir, mari kita berdoa sebagaimana yang di ajarkan oleh Nabi muhammad
- اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Allahumma barik lana fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighna Ramadlana”, artinya: “Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan”
(HR Ahmad, al-Bazzar, Abu Nuaim dan Ibnu ‘Asakir Dari Sahabat Anas. an-Nawawi menilainya dlaif, tetapi menurut Ibnu Taimiyah hadis ini yang paling banyak digunakan tentang keutamaan bulan Rajab. Baca Majmu’ al-Fatawa 24/291)
Mudah-mudahan khutbah singkat ini bermanfaat bagi kita semua terutama dalam memahami puasa Rajab. Dan tentu kita terus berdoa kepada Allah untuk kesehatan dan keselamatan kita dan bangsa kita. Semoga pademi ini segera di angkat oleh Allah, amiin Yaa Rabl ‘Alamin
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Penulis
Fauzi Palestin
(Wakil sekretaris MUI Jawa timur)